Seiring dengan meningkatnya kekhawatiran global terhadap keamanan siber, sejumlah negara telah melarang penggunaan teknologi AI DeepSeek, terutama dalam lingkungan pemerintahan. Namun, bagaimana sikap Pemerintah Indonesia terhadap fenomena ini?
DeepSeek adalah perusahaan rintisan asal China yang mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dengan kemampuan yang diklaim lebih canggih dibandingkan Nvidia dan OpenAI. Namun, teknologi ini diduga memiliki potensi risiko keamanan siber, terutama terkait dengan perlindungan data pengguna.
Menanggapi isu ini, Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Ismail, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada rencana untuk membahas atau melarang penggunaan DeepSeek di Indonesia.
"Kita belum ada diskusi ke sana (pelarangan DeepSeek di Indonesia)," ujar Ismail di Jakarta, Jumat (7 Februari 2025), dalam acara pembukaan pita frekuensi 6 GHz untuk WiFi 6E dan WiFi 7.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid sebelumnya juga sempat menanggapi fenomena ini. Ia menegaskan bahwa pemerintah belum mengambil keputusan untuk membatasi akses DeepSeek bagi publik di Indonesia.
Namun, Meutya mengingatkan bahwa pengguna teknologi AI, termasuk DeepSeek, harus mematuhi regulasi yang berlaku, seperti:
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP)
Kedua regulasi ini mengatur pembatasan konten negatif, seperti pornografi dan perjudian online, serta mendorong ruang digital yang ramah anak.
Baca ini juga :
» Nvidia Rugi Rp 92 Triliun Akibat Larangan Ekspor Chip AI H20 ke China
» Cegah Penipuan, Komdigi Batasi Registrasi SIM: 9 Nomor per NIK
» Google Dukung Proyek Film tentang Hubungan Manusia dan AI
» AI Google Tertipu April Mop: Tak Bisa Bedakan Fakta dan Guyonan
» ChatGPT Hasilkan 700 Juta Gambar dalam Sepekan, OpenAI Kewalahan Penuhi Permintaan
Berbeda dengan Indonesia, sejumlah negara telah mengambil langkah tegas terkait penggunaan DeepSeek. Australia, misalnya, baru saja mengeluarkan larangan penggunaan DeepSeek di seluruh perangkat pemerintahan federal. Departemen Dalam Negeri Australia menyatakan bahwa langkah ini diambil karena risiko keamanan nasional, meskipun tidak merinci detail ancaman yang dimaksud.
Menteri Dalam Negeri Australia, Tony Burke, menjelaskan bahwa larangan ini bukan karena DeepSeek berasal dari China, melainkan demi melindungi kepentingan nasional. "Pemerintahan Anthony Albanese (PM Australia) mengambil aksi cepat untuk melindungi keamanan nasional dan kepentingan Australia," ujarnya.
Selain Australia, Italia, Taiwan, dan beberapa lembaga pemerintahan Amerika Serikat juga telah melarang penggunaan DeepSeek. Kekhawatiran utama yang dilaporkan adalah potensi kebocoran data ke pemerintah China.
Menurut kebijakan privasi DeepSeek, perusahaan ini menyimpan semua data pengguna di China. Undang-undang setempat mewajibkan perusahaan berbasis di China untuk berbagi data dengan otoritas intelijen jika diminta.
Lembaga-lembaga penting seperti NASA juga telah mengambil langkah pencegahan dengan melarang karyawannya menggunakan DeepSeek. Memo dari kepala AI NASA menyatakan bahwa server DeepSeek beroperasi di luar AS, yang dapat menimbulkan risiko keamanan nasional.
Sikap ini serupa dengan kebijakan pemerintah AS sebelumnya terhadap TikTok, yang juga dilarang diunduh pada perangkat pemerintahan karena alasan serupa.
Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki kebijakan khusus terkait pembatasan DeepSeek. Namun, pemerintah tetap mengimbau pengguna untuk mematuhi regulasi yang berlaku dalam pemanfaatan teknologi AI. Sementara itu, beberapa negara lain telah memberlakukan pembatasan akses terhadap DeepSeek karena kekhawatiran terkait keamanan data dan ancaman siber.
Ke depan, langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia kemungkinan akan bergantung pada hasil evaluasi lebih lanjut mengenai risiko dan manfaat penggunaan teknologi AI dalam negeri.
Selain berita utama di atas, KotakGame juga punya video menarik yang bisa kamu tonton di bawah ini.
Recommended by Kotakgame