Feature

Kenapa Live Action Anime Cenderung Berakhir Buruk?

Setiap kali menonton anime kesayangan, pasti kamu sempat membayangkan bagaimana jadinya jika jalan cerita dalam anime tersebut diadaptasi ke dunia nyata. Untuk mewujudkan ide tersebut, kebanyakan studio biasanya memilih untuk membuat proyek live action yang mengadaptasi anime dan keseluruhan karakternya dalam film box office nyata. Proyek semacam ini sayangnya tidak selalu berakhir dengan kesuksesan, karena bagaimana pun juga elemen fantasi dalam sebuah anime cukup sulit untuk diwujudkan ke dunia nyata.

Salah satu yang paling mencolok tentunya bisa dilihat dari desain karakter absurd. Karena walaupun di animenya terlihat keren, justru karakter dengan desain nyentrik tersebut bisa terlihat sangat aneh saat diperankan oleh aktor di film sungguhan. Kita ambil saja contoh Yugi dari serial anime Yu-Gi-Oh. Hadir dengan desain karakter yang keren dengan gaya rambut unik, sayangnya Yugi benar-benar terlihat sangat aneh jika diadaptasi di dunia nyata. Hal yang sama juga bisa dikaitkan dengan anime romance yang mendapat seri live action, karena beberapa momen paling menyentuh di versi animenya benar-benar sulit untuk ditandingi.

Sekarang pertanyaan terbesarnya kenapa film live action anime cenderung berakhir buruk? Apakah proyek seperti ini memang ide yang terlalu sulit untuk diwujudkan? Kru KotGa sendiri memiliki beberapa pendapat untuk merespon pertanyaan ini. Selama ini banyak orang mengenal film live action sebagai proyek adaptasi yang mengambil hampir seluruh asset dan bahan dari versi animenya, tapi dalam skenario ini biasanya pihak studio terlalu berfokus untuk mengembangkan film yang terlihat mirip dengan animenya. Walaupun penting, kualitas secara keseluruhan tetap menjadi faktor utama untuk memastikan film tersebut bisa diterima dengan baik atau tidak.

Contohnya saja live action Nisekoi yang belum lama ini diumumkan. Film tersebut memang terlihat cukup kocak dan mempertahankan daya tarik yang berusaha ditawarkan seri animenya. Tapi masalah utama yang langsung diamati oleh para fans adalah desain karakter yang seperti Kru KotGa sebut di atas, terlihat sangat absurd. Tidak hanya itu saja, bahkan beberapa elemen trope anime yang berpusat pada tingkah laku kocak karakter (Contohnya seperti saling menempelkan dahi saat marah) juga terlihat memalukan dan sangat tidak cocok. Contoh adaptasi seperti inilah yang cenderung membuat anime tersebut gagal di pasaran.

Baca ini juga :

» Awas Maksiat! 7 Game Mobile Yang Gak Boleh Kalian Mainin Sebelum Buka Puasa Edisi 2022!
» 2021 Segera Berakhir, Pantau 8 Film Yang Wajib Kamu Tonton di Tahun 2022!
» Nyesel Kalau Gak Nonton! Ini Dia 7 Rekomendasi Anime Baru Yang Akan Rilis di 2022
» Sembari Menunggu Arcane Season 2, Ini Dia Deretan Anime Yang Harus Kamu Tonton Kalau Kamu Suka Arcan
» Mau Jadi Tanjidor? Ini Dia Deretan Game Adaptasi Anime Yang Gak Akan Ngecewain!

Tidak semua film live action menggunakan konsep yang sama, karena Kru KotGa sendiri cukup kagum dengan kualitas live action Gintama yang ternyata cukup menarik. Film tersebut bahkan sukses merajai box office Jepang pada 2017 dan membuat pihak studio tidak ragu untuk mengembangkan sekuelnya yang akan segera ditayangkan tahun ini. Satu lagi film live action yang tidak kalah suksesnya dan menurut Kru KotGa adalah yang terbaik dari semua adalah Rurouni Kenshin. Karena desain karakter yang masih terlihat normal dan konsep cerita dari sejarah samurai Jepang, membuat film live action dari anime ini tentunya tidak akan sesulit yang dibayangkan. Walaupun terkesan mudah, film adaptasi tersebut justru berhasil menawarkan kualitas luar biasa dari sang petualangan Samurai X yang keren dan emosional.

Sebenarnya ada cara untuk membuat anime apapun bisa diadaptasi menjadi film live action yang solid, tapi disini peran studio yang mengerjakan masih menjadi faktor penentunya. Cara tersebut sendiri adalah membuat sebuah proyek reboot yang hanya mengambil garis besar konsepnya dari seri anime. Cara ini sebenarnya sudah digunakan untuk beberapa film live action seperti Dragonball Evolution dan Death Note yang keduanya dibuat dengan gaya holywood. Kedua film tersebut berhasil menawarkan sebuah pendekatan cerita yang menarik, tapi seluruh elemen yang disukai para fans dari seri animenya malah dihilangkan disini.

Gaya holywood bukan masalah serius disini, melainkan dari eksekusi film yang berantakan dan mengecewakan para fans. Jadi apa kesimpulan yang bisa diambil dari kualitas film live action yang cenderung buruk? Jawabannya sendiri terletak pada cara atau pilihan yang diambil oleh studio untuk mengadaptasi anime tersebut. Jika anime yang diadaptasi mengandung unsur fantasi berlebihan dan sulit untuk diwujudkan dalam bentuk film nyata, maka cara terbaiknya adalah dengan mempertahankan elemen yang disukai oleh para fans (Contoh desain karakter normal atau tambahan plot lain) dan merombak konsep lain yang sulit direalisasikan tersebut dalam bentuk reboot.

Salah satu film live action anime yang baru saja memulai debutnya akhir-akhir ini adalah Bleach. Jika diamati, film tersebut merombak sedikit konsepnya dan mempertahankan beberapa desain karakter yang unik dengan baik. Hasilnya sendiri cukup menjanjikan, dimana banyak fans mengaku puas dengan kualitas live actionnya dan menempatkan film ini dalam jajaran box office terukses selama bulan Juli lalu.

(KotakGame)

Jika ingin mengirim artikel, kerjasama event dan memasang Iklan (adverstisement) bisa melalui email redaksi[at]kotakgame.com atau Hotline 021-98299724
rekomendasi terbaru