
Silent Hill kali ini membawa sesuatu yang berbeda dan menarik dibandingkan Silent Hill sebelumnya. Mungkin kita sudah nyaman mengenal universe yang kelam dan gelap ini dari sudut pandang yang berbeda. Terbiasa melihat Silent Hill berada di Amerika Serikat, lebih tepatnya di Maine dan kali ini kita mengambil mesin waktu ke 1960 era Showa, masa pemerintahan terpanjang di Jepang.
Konami mungkin sadar bahwa membangun horror dan dunianya yang bertempat di Amerika Serikat melalui sudut pandang orang Jepang dan Asia Timur akan menghasilkan beberapa hal canggung, terutama dari kultur. Wajar, hal ini karena Silent Hill (terutama tiga game pertamanya) terinspirasi besar dari films Barat yang populer saat itu, sebut saja Jacob’s Ladder karya Adrian Lyne, Suspiria karya Dario Argento, dan masih banyak lagi seperti karya dari Stanley Kubrick, David fincher, David Cronenberg, David Lynch, sampai Alejandro Jodorowsky. Silent Hill adalah sebuah melding pot, sebuah kuali besar yang diisi banyak bahan masakan dan bumbu, melahirkan sesuatu yang unik.
Silent Hill f tetapi mengambil formula yang baru yang memanfaatkan Silent Hill: The Short Message bangun, bahwa “Silent Hill” bukanlah sebuah tempat, melainkan sebuah fenomena, sebuah bentuk pemikiran, sebuah hasil mentah psikologikal. Secara teknis Silent Hill f menjadi game pertama dari sisi kronologi IP ini, tahun 1960 kita mengikuti cerita Shimizu Hinako dan apa yang menunggu dirinya di Ebisugaoka.
Untuk kalian fans Silent Hill atau ingin coba main Silent Hill f tetapi takut spoiler tenang saja karena review ini saya buat dengan spoiler seminim mungkin dan mungkin hanya ada spoiler di satu atau dua jam pertama saja. Wajar, karena game ini lebih baik dinikmati tanpa mengetahui apapun.
Setting Yang Berbeda, Tapi Masih Bawa Jiwa Yang Sama

Kita mungkin sudah terbiasa dengan setting Silent Hill di Amerika Serikat dimana Maine jadi tempat utama IP ini. Kota kecil yang penduduknya saling kenal dan sangat dekat satu sama lain ditambah bangunan yang masih terasa klasik walau sudah masuk ke era cukup modern, tapi kali ini kita dibawa ke Jepang paska perang dimana setting yang jauh berbeda.
Di Silent Hill f, kita mengikuti cerita dari Shimizu Hinako yang tinggal di Ebisugaoka bersama kedua orang tuanya dan kakaknya. Ebisugaoka berhasil dibentuk dengan indah oleh Neobards kali ini dan berkat Ryukishi07 yang memegang kendali cerita game ini, terasa semuanya dibangun secara autentik dan tidak lepas dari realisme.
Era Showa juga sangat menarik karena ada banyak hal yang bisa kita bicarakan disini terutama bagaimana era ini turut membangun Silent Hill f sebagai setting utamanya. Bagaimana Jepang paska perang coba bangkit lagi, terbentuknya sebuah persepsi sosial yang berbeda jika kita bandingkan dengan sekarang, sampai tentunya bagaimana di era ini, modernisasi dan tradisionalisme hanya terpisah oleh satu benang kecil yang saru.
Shimizu Hinako dan Konflik Internal Miliknya

Bukan Silent Hill jika karakter utama kita tidak punya masalah atau konflik yang mereka hadapi, tidak terkecuali Hinako. Pada dasarnya, Hinako bukanlah seseorang yang spesial, dirinya hanya wanita remaja yang biasa saja, dirinya hanyalah seorang murid SMA biasa yang punya masalah seperti kita ketika muda. Mulai dari masalah keluarga, persahabatan, sampai cinta yang mana disini Ryukishi07 sebagai penulis game bangun dengan sempurna.
Hinako tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakaknya Junko, tetapi Junko yang sudah menikah dan meninggalkan rumah Shimizu meninggalkan Hinako bersama orang tuanya bukan hal yang mudah bagi Hinako terima. Orang tua Hinako bukanlah orang terbaik yang ada di desa Ebisugaoka, mulai dari ayahnya yang ringan tangan dan mabuk-mabukan sampai ibunya yang sangat permisif terhadap perlakukan suaminya membuat Hinako membenci rumahnya.
Tetapi Hinako tidak sendiri, dirinya punya escapism-nya sendiri, melalui persahabat yang dirinya bangun bersama Shu, Rinko, dan Sakuko. Walau sayangnya hal ini tidak bertahan lama karena Hinako yang punya sifat tomboy diperlakukan oleh banyak orang sebagai “entitas yang aneh”. Perlu dicatat bahwa pada era ini, wanita diharapkan mengisi peran mereka sendiri, sebagai wanita dan ibu nantinya dan melihat Hinako yang tomboy dan lebih senang bermain bersama teman laki-lakinya, hal ini menimbulkan banyak persepsi buruk kepadanya.
Disini kita bisa melihat bagaimana konflik Hinako yang cukup dalam, tetapi mudah dicerna. Mulai dari Hinako yang melihat kakaknya sebagai panutan harus pergi dari rumah, orang tuanya yang keras dan tidak memperlakukan Hinako dengan semestinya, sampai adanya cinta segitiga antara Hinako, Shu, dan Rinko. Semua ini dibalut dengan manis dan relasi antara semua karakter di Silent Hill f berhasil menarik perhatian dengan sekejap bagi para pemainnya termasuk saya.
Mungkin ini hal sepele, tetapi bagaimana masing-masing karakter punya identitas yang melekat dan konsisten dari awal sampai akhir game, bagaimana karakter membangun dunia dan dunia membangun karakter, sampai alur cerita yang slow burn ala Silent Hill yang berjalan hangat patut diapresiasi bagaimana Ryukishi07 menulis semua ini. Tidak mengejutkan karena dirinya berhasil membuat Umineko dan Higurashi dan pengalaman ini dibawa ke Silent Hill f dengan sukses. Menariknya, jika kalian fans Higurashi dan Umineko seperti saya, pasti kalian akan senang dengan Silent Hill f membawa pacing cerita dan bahkan besar pengaruh kedua karya ini di Silent Hill f.
Recommended by Kotakgame
Srikandi Dunia Esports Indonesia! Inilah Dere...
Halloween Makin Serem? Silent Hill: Ascension...