Sebuah kontroversi baru menimpa Ubisoft, salah satu nama besar dalam industri video game. Perusahaan asal Prancis ini tengah menghadapi keluhan serius dari sebuah badan perlindungan data asal Austria, Noyb, yang menuduh Ubisoft melakukan pengumpulan data secara diam-diam saat pemain menikmati game single-player. Yang lebih mengkhawatirkan, tuduhan ini menyatakan bahwa Ubisoft melakukan praktik tersebut tanpa dasar hukum yang sah.
Noyb, sebuah organisasi yang fokus pada perlindungan data konsumen, mengajukan pengaduan dengan mengacu pada General Data Protection Regulation (GDPR) — regulasi perlindungan data yang sangat ketat di Uni Eropa. Mereka menuduh Ubisoft secara tidak sah mengumpulkan data pribadi pemain setiap kali mereka meluncurkan game mode single-player, meskipun game tersebut tidak memiliki fitur online.
Dalam laporan resminya, Noyb bahkan memberikan judul provokatif: "Suka Bermain Sendirian? Ubisoft Masih Mengawasi Anda!". Kalimat tersebut mencerminkan kekhawatiran bahwa meskipun pemain memilih pengalaman offline, aktivitas mereka tetap dipantau dan direkam.
Menurut Noyb, Ubisoft mengharuskan pemain untuk terhubung ke internet setiap kali mereka memulai game single-player. Data yang dikumpulkan mencakup waktu pemain membuka game, durasi bermain, hingga waktu keluar dari game tersebut. Padahal, secara logika, permainan tanpa fitur online seharusnya tidak membutuhkan koneksi internet, apalagi untuk mengumpulkan data pengguna.
Baca ini juga :
» Sukses Rilis Clair Obscur: Expedition 33, Rupanya Sandfall Interactive Berisikan Ex-Ubisoft!
» Jason Citron Mundur dari Jabatan CEO Discord, Ingin Fokus ke Keluarga dan Main Game
» Pre-Order Survival Kids Sudah Tersedia! Siap Mulai Petualangan Seru Bersama
» Gamer Indonesia Habiskan 33 Triliun Rupiah Untuk Game, Tapi Developer Lokal Hanya Dapat Secuil
» Google Classroom Diserang Review Bomb Negatif Oleh Player Oknum Wuthering Wave
Masalah semakin pelik ketika seorang pengadu secara langsung menanyakan kepada Ubisoft alasan di balik kewajiban koneksi online ini. Sayangnya, Ubisoft gagal memberikan jawaban yang memuaskan atau alasan hukum yang jelas. Hal ini memperkuat tuduhan bahwa perusahaan melanggar Pasal 6 (1) GDPR, yang mengatur bahwa pengumpulan data hanya sah jika memiliki dasar hukum yang jelas dan kebutuhan yang dapat dibenarkan.
Noyb menekankan bahwa dalam konteks ini, tidak ada kebutuhan sah untuk memproses data pribadi pemain. Sesuai dengan ketentuan GDPR, operasi pemrosesan data seperti ini hanya diperbolehkan jika memang diperlukan, misalnya untuk menjalankan layanan inti atau memenuhi kewajiban hukum tertentu. Mengharuskan pemain untuk online hanya demi mengumpulkan data dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap privasi.
Jika keluhan ini diterima dan otoritas perlindungan data Austria (DSB) memutuskan untuk menjatuhkan sanksi, Ubisoft berpotensi menghadapi denda hingga €92 juta atau sekitar Rp1,6 triliun. Tidak hanya itu, Noyb juga meminta DSB untuk memerintahkan Ubisoft menghapus seluruh data pribadi yang telah dikumpulkan tanpa dasar hukum yang sah.
Bagi Ubisoft, ancaman ini tentu menjadi pukulan berat, apalagi reputasi perusahaan juga ikut dipertaruhkan. Praktik seperti ini bisa menggerus kepercayaan pemain, yang selama ini menikmati berbagai waralaba besar seperti Assassin's Creed, Far Cry, hingga Watch Dogs.
Selain berita utama di atas, KotakGame juga punya video menarik yang bisa kamu tonton di bawah ini.
Recommended by Kotakgame